Pemerintah didesak menaikkan anggaran pertanian untuk memperbaiki kondisi pertanian dalam negeri. “Kami usulkan menjadi 10 persen dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” ujar Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Indonesia, Winarno Tohir, saat berdialog dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui telewicara video di Istana Negara, Rabu, 22 Juni 2011.
Sepuluh persen dari anggaran bukanlah angka yang kecil. Tahun ini saja anggaran negara mencapai Rp 1.229,6 triliun sehingga 10 persen itu berjumlah sekitar Rp 122 triliun.
Winarno juga berharap pemerintah meningkatkan penyaluran modal bagi petani dan nelayan. Organisasinya pun meminta harga komoditas pertanian bisa stabil, sedangkan bea masuk impor buat komoditas pangan itu tidak nol persen. Tujuannya, agar para petani bisa bersaing dan mendapatkan harga yang layak.
Walau pun besaran anggaran pertanian marginnya terus naik sejak Tahun 2005, yang jumlah anggaran untuk Kementerian Pertanian tercatat Rp 4,9 triliun hingga menjadi Rp 8 triliun pada 2010, dan menjadi Rp 16,7 triliun tahun ini, namun menurut Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udho Kasih Anggaran Pertanian tersebut tak Rasional dan sangat minim.
Ia menilai pemerintah mengabaikan produksi pangan. Ironinya, pemerintah dan DPR begitu mudah menyetujui subsidi bahan bakar minyak sebesar Rp129 triliun pada tahun 2011.
Ia memaparkan rata-rata biaya usaha tani sebesar Rp7 juta per hektar. Sedangkan total luas tanaman padi sawah 13,5 juta hektar. Total biaya swasembada beras sekitar Rp132 triliun. “ hal itu berarti pemerintah hanya menyediakan anggaran Rp37,2triliun. Sisanya sebanyak 71 persen menjadi tanggungan petani.” Katanya di Jakarta (22/7)
Berpotensi Melanggar HAM
Sementara itu Pemerhati masalah HAM, Henry Simarmata mengatakan bahwa RAPBN Negara berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia. “Merujuk pasal 27 ayat 2 tentang hak warga untuk hidup layak. Posisi konstitusi kita adalah sebgai subjek hukum internasional. Jadi pelanggaran pada konmstitusi akan bisa dikaitkan sebagai pelanggaran kemanusiaan.”ujar Henry.
“Pelanggaran dalam Soal pangan misalnya, pelanggaran terjadi karena dua hal; Dis invesment, yaitu pencabutan kapasitas dan akses petani kepada alat produksi. Dan juga adanya konsentrasi akses dan hasil pangan kepada segelintir orang.” Tegas Henry Simarmata.***