Pengamat Ekonomi yang juga CEO EC-Think Indonesia Iman Sugema menilai analisis International Monetary Fund (IMF) yang menyatakan perekonomian Indonesia akan mengalami overheating salah. Pemerintah jangan sampai membuat kebijakan dengan dasar analisis yang tidak tepat tersebut.
Imam menjelaskan, dalam kajiannya yang diterbitkan pada April 2011, Dana Moneter Internasional (IMF) menyimpulkan bahwa perekonomian Indonesia, bersama dengan Argentina, Brasil, dan India, mengalami overheating. Namun saat EC-Think Indonesia menelaah lebih lanjut, ternyata IMF salah dalam melakukan analisis.
“Jika analisis IMF dianggap sebagai kebenaran, menurutnya, maka akan berdampak pada salah kebijakan. Akan muncul gangguan kebijakan yang kontra produktif sementara esensi kebijakan makro berupaya menghilangkan gangguan tersebut,” katanya dalam diskusi bertajuk “Ekonomi Indonesia Overheating: IMF Salah Analisis, di Jakarta, Minggu (24/4).
Dalam analisisnya, IMF menggunakan empat indikator yakni output relatif terhadap tren, output gap, pengangguran, dan inflasi. Keempat indikator tersebut menunjukkan ekonomi Indonesia rawan terhadap overheating.
Menurut Iman, indikator yang digunakan IMF tidak bisa dijadikan indikator overheating. Sebab dengan menggunakan indikator yang relatif, ini adalah sebuah kesimpulan yang ceroboh dan mengada-ada.
Yang pertama mengenai konsep, lanjut dia, overheating adalah situasi dimana agregat demand berada di atas potensi produksi.
Secara teoritis, Iman menjelaskan, overheating terjadi jika output beroperasi melebihi output potensial sehingga menyebabkan kenaikan harga.
“output yang berada di atas tingkat potensialnya menandakan bahwa aktifitas perekonomian melebihi tingkat full employment atau melebihi kapasitas potensial produksi. Permintaan melebihi kemampuan perekonomian untuk berproduksi kemudian menyebabkan naiknya inflasi,” katanya.
Jadi kalau permintaan total dalam sebuah situasi yang seperti ini karena permintaan terlalu banyak maka inflasi akan meningkat secara internal.
Ia mencontohkan seperti halnya, kalau permintaan beras meningkat maka yang terjadi adalah kenaikan harga tanpa ada hubungannya dengan situasi di luar negeri.
“Maka sangat penting mendekomposisi apakah inflasi kita didorong oleh kekuatan internal atau eksternal.
Dari highlight ekonomi tersebut, lebih jelas bahwa inflasi lebih didorong oleh faktor-faktor eksternal. Ketika harga komoditas dunia turun maka inflasi kita juga turun,” katanya.
Sedangkan overheating adalah konsepnya inflasi didorong internal. Maka sulit menyimpulkan bahwa Indonesia didorong overheating, karena tidak cukup kuat indikatornya bahwa kita didorong overheating,” katanya. ***