Bina Desa

35 Tahun Bina Desa: Mempertahankan Pluralitas dan Musyawarah, Mendorong Kemandirian

Dalam peringatan ulang tahunnya yang ke-35 tahun banyak kalangan berharap agar Bina Desa tetap konsisten membangun kemandirian dan kedaulatan perdesaan demi kedaulatan bangsa dengan tetap mempertahankan pluralitas dan musyawarah. Secara khusus  Gunawan Wiradi menyatakan harapannya;  “Yang harus dipertahankan oleh BINA DESA  adalah pluralitas dan musyawarah yang memang menjadi ciri BINA DESA.” Ujar Gunawan Wiradi.

Namun demikian, imbuh Gunawan Wiradi, sisi ilmiah dari sikap dan argumen BINA DESA atas masalah-masalah sosial yang ada harus tetap dijaga dan ditingkatkan pula. ”Sebagai NGO advokasi tentu BINA DESA tidak harus berperan sebagai lembaga penelitian, meski begitu ada baiknya advokasi itu didukung oleh argumen-argumen yang ilmiah. Karena itu bidang pendidikan, pengembangan dan studi perlu ditingkatkan.” Ujar Gunawan Wiradi ketika dihubungi BINA DESA.

Bagi BINA DESA, pluralitas dan musyawarah kehidupan (dialog of life) adalah penyangga dan benteng yang menjaga dan terus menerus memperkokoh panggilan jiwa BINA DESA dalam pendampingannya atas masyarakat terutama mereka yang termarginalkan di wilayah perdesaan.

Direktur Ekskutif BINA DESA, Dwi Astuti, menyebut pluralitas dan musyawarah kehidupan sebagai teramat penting lebih-lebih jika mengingat misi untuk tetap berada pada pihak komunitas pedesaan ditempat yang berbeda menghadapi tantangan yang makin besar ketika seluruh elemen kehidupan telah digadaikan, ketika watak pasrah telah mulai menjiwa. “Namun demikian, Dwi Astuti menyatakan Bina Desa selalu berkeyakinan bahwa manusia pada dasarnya memiliki naluri kritis dalam menjalani kehidupan dan menghadapi realitas sosial di sekelilingnyan dan ia mampu menginterpretasikan realitas yang berkembang tanpa tergantung pada orang lain.”

Keyakinan itu lah yang menurut Dwi Astuti selalu menjadi penyemangat untuk menghadapi tantangan tersebut. Pengorganisasian yang dilakukan adalah upaya pemberdayaan manusia agar tercipta roses kreatif melalui dialog kritis antar sesama subyek tentang realitas sosial.

“Program yang dirancang oleh Bina Desa bersama komunitas ditujukan untuk membantu menjawab persoalan yang ada dengan titik tumpu pada penguatan kesadaran kritis agar mampu mandiri.” papar Dwi Astuti.

Sebagai langkah awal penyusunan perencanaan program BINA DESA memulai dengan melakukan pengenalan lingkungan komunitas melalui Participatory Rural Appraisal (PRA). Untuk program 2009-2012 PRA dilakukan serentak untuk melihat secara bersama potensi yang dimiliki komunitas. Hasil PRA kemudian digunakan sebagai basis perencanaan pengorganisasian oleh CO, FO, TA dan sekretariat.

“Target selanjutnya adalah meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui pengembangan pertanian alami dengan tetap memperkuat organisasi rakyat.”

Dwi Astuti menjelaskan program 2009-2012 wilayah program dan sektor pengorganisasian juga diperluas. Wilayah pengorganisian di Jawa Barat dengan memasukkan Cirebon (1 desa), Sukabumi dan Bogor masing-masing dengan 2 desa, Jawa Tengah di kabupaten Jepara, Jawa Timur di Tuban dan Sulawesi di Sulawesi Selatan, Tengah dan Utara. “Komunitas nelayan yang sebelumnya belum banyak disentuh, kini menjadi basis pengorganisasian di Cirebon, Jepara, Tuban dan region Sulawesi. Jumlah desa sebagai basis pengorganisasian menuju komunitas pedesaan swabina adalah 19 di 9 propinsi dengan 12 komunitas petani, dan 7 komunitas nelayan.” Jelas Dwi Astuti dengan mantap.

Komitmen dan konsistensi untuk terus bersama rakyat perdesaan dan membangun kemandirian seperti  yang ditunjukan BINA DESA sampai umurnya yang ke 35 tahun merupakan hal yang patut disyukuri dan diapresiasi dengan bangga. Melihat bagaimana BINA DESA tetap dapat konsisten ditengah perubahan zaman dan godaan politik kekuasaan.

“Bina Desa selalu konsisten dalam memperjuangkan tujuan awalnya. Kalau kita lihat LSM lain, banyak pimpinannya yang pingin jadi birokrat, menteri, tetapi teman-teman Bina Desa tetap konsisten.” Ujar Djoko Aminoto.

Sementara itu Dewan Pengurus BINA DESA, Sutrisno KH menyatakan semenjak tahun 1990an, dibawah Dwi Astuti, Bina Desa menjadi panutan dari sepuluh keluarga Dhrra.

“Kita boleh berbangga, diantara keluarga Dhrra, ternyata Indonesia bisa dianggap baik dalam memperjuangkan persoalan pedesaan. Dengan istiqomah dan konsisten, akan membawa Bina Desa kepada tujuannya.” Ujar Sutrisno KH.  Amin..

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top